Kamis, 19 Mei 2016

Laba-laba dalam Islam

Bismillahirrahmaanirahiim
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا ۖ وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ ۖ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. 
Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba, kalau mereka mengetahui.  (QS 29-Al ‘Ankabuut : 41)

Ayat tersebut mengemukakan betapa lemahnya sarang laba-laba.
Kitapun mungkin pernah mengais-ngais sarang laba-laba yang ada di sekitar rumah kita, yang memang nampak lemah karena mudah nian untuk dirusak.

Dan fakta lain justru menunjukannya sebagai sejenis serat yang sangat kuat.
Para ilmuwan di berbagai negara (a.l. Amerika Serikat) dewasa ini tengah bergiat meneliti misteri kekuatan serat sarang laba-laba secara lebih mendalam.
Beberapa hasil riset telah mengungkapkan bahwa serat tersebut ternyata lebih kuat daripada serat yang hingga kini dianggap terkuat (kevlar dan serat baja).
Hingga saat ini sudah dapat diketahui, bahwa kekuatan serat sarang laba-laba sekitar 3 kali serat kevlar (serat bahan rompi anti peluru) dan 5 kali lebih kuat dari serat baja.

Ayat Qauliyah dan ayat Kauniyah (atau realitas faktawi) yang pasti serba berkait erat dan saling membuktikan itu dapat kita ambil hikmahnya, a.l. sebagai sebentuk praktik cara mempersepsi ayat dan fakta yang mesti selalu kaaffah (= mempertalikan realitas secara relevan dan menyeluruh, proporsional, serta tepat), agar terhindar dari bentuk-bentuk persepsi yang mengarah kepada kekufuran (kufur ayat).

Sebelum adanya penelitian yang mengungkap kekuatan serat sarang laba-laba, kita semua nampaknya sudah sepakat bahwa serat itu memang sangatlah lemah.
Dan kemudian persepsi kita terhadap ayat tersebut barangkali bisa jadi sedikit agak ‘berubah’ setelah mengetahui fakta-fakta di sebaliknya yang malah menampakan kekuatannya.

Perkembangan pemikiran seperti itu sebenarnya juga kian menegaskan tentang sifat dinamis yang melekat pada daya persepsi manusia terhadap segala realitas, termasuk terhadap seluruh ayat Al Qur’an yang sifatnya mutlak (= pasti benar dan tetap pula kebenarannya itu).
Dalam hal ini bahwa dari sudut pandang kita (manusia) selaku perseptor, maka setiap teks Al Qur’an akan selalu nampak berkait secara dinamis dengan konteksnya.  Baik dalam konteks antar kata atau kalimat di dalam ayat, antar ayat, dan di antara surat (yang relevan tentunya), maupun konteks yang berkait dengan dinamika fakta-fakta Kauniyahnya.
Karena keterkaitan antar konteks tersebut, sementara fakta Kauniyahnya selalu berkembang (atau dinamis), maka bentuk-bentuk pertalian maknanya pun niscaya akan selalu nampak proporsional (atau khas).

Seperti halnya pertalian konteks ayat yang berkenaan tentang perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah yang adalah sangat lemah, dengan dinamika faktawi yang kita ketahui di jaman modern ini tentang betapa kuatnya serat sarang laba-laba (atau katakanlah bahwa serat tersebut satu-satunya bahan / materi yang paling kuat).
Selalu proporsionalnya nampak a.l. sbb :

  1. Bahwa serat laba-laba sebagai sarang (atau sejenis rumah), sampai kapanpun akan nampak lemah menurut ukuran manusia.
  2. Kemudian serat itu menjadi nampak kuat (menurut ukuran manusia pula), setelah melalui proses tertentu yang bentuknya bukan lagi sebagai sarang laba-laba.
  3. Apabila perumpamaannya kita buat terbalik, maka makna lain yang tersirat dari kekuatan serat itu boleh jadi juga berkait dengan konteks faktawi yang hingga kini nampak sedemikian marak terjadi di belahan bumi manapun.  Yaitu betapa ‘kuat’ (dalam arti banyak)nya umat manusia (termasuk di kalangan yang mengaku Islam) yang mencari perlindungan kepada selain Allah.
  4. Dan dalam 'Pandangan' Allah ta'ala, dalam bentuk seperti apapun (sarang atau bukan sarang), yang dibentuk oleh manusia jadi sebesar dan sebanyak apapun, tetap sahaja semua itu lemah adanya.

Dengan demikian menjadi kian jelaslah pertalian maknawi dari ayat tersebut.
Bahwa sesuatu di dunia ini yang paling kuat sekalipun dan sebesar serta sebanyak apapun, apabila itu dijadikan berhala atau dijadikan pelindung selain Allah, maka dari sudut pandang manapun pastilah sang sesuatu itu jadi nampak lemah (tiada kekuatan samasekali), bila dibanding Allah ta'ala Yang Al Qawiyyu (Maha Kuat), Al Matiinu (Maha Kokoh), dan Al Waliyyu (Maha Pelindung dan sebenar-benarnya Dzat Yang Maha Pemberi perlindungan).
Dan tentunya apalagi bila kita (atau umat manusia di jaman dahulu) sebatas mengetahui sarang laba-laba itu sebagai sejenis rumah yang lemah.

Wallahu’alam bisshawab.
Subhanallah wa bihamdihi, subhanallahil'adziim ...

4 komentar:

  1. Itu semua atas kehendak dan kuasa Allah semata.

    BalasHapus
  2. Itu semua atas kehendak dan kuasa Allah semata.

    BalasHapus
  3. Perlu keilmuwan yang tinggi dalam menafsirkan jangan hanya mengandalkan pikiran manusia yang terbatas. Bertanyalah pada alim ulama bila ada yang ragu dan dasarkanlah pada alquran dan hadits.

    BalasHapus
  4. Pengetahuan harus diimbangi dengan ayat-ayat yang ada di Al-Qur'an.. semoga kita dapat mengambil pelajaran

    BalasHapus